Wahabi, ya sebuah nama yang cukup ngetrend akhir-akhir ini. Tapi sayangnya di negeri kita masih sangat awam untuk mengenal apa itu Wahabi sesungguhnya, sehingga yang sangat menyedihkan adalah mayoritas kaum muda di Indonesia telah terjangkit virus Wahabi tanpa menyadarinya. Lain halnya dengan di negeri tetangga kita yaitu Malaysia. Dari pembicaraan kami dengan kawan-kawan kami di Qatar yang berasal dari Malaysia, nampak sekali bahwa mereka orang-orang Malaysia walaupun dari kalangan awam (kami pun termasuk) tapi mereka cukup dalam pemahaman agamanya. Sehingga mereka yang awam sekalipun faham akan bahaya Wahabi, tentang pentingnya bermazhab satu diantara empat mazhab ahlussunnah dan amalan-amalan fadhoil yang masih tetap lestari di negeri jiran Indonesia yaitu Malaysia. Bahkan cukup dalam juga pemahaman mereka (yang awam) akan mazhab Syafi’i yaitu salah satu mazhab fiqh dari empat mazhab ahlussunnah yang merupakan Mazhab terbesar umat Islam di dunia dan juga yang dianut oleh mayoritas umat Islam nusantara, Indonesia, Malaysia, & Brunei.
Negara Qatar mungkin termasuk negara yang juga terjangkit virus Wahabi, tapi Qatar merupakan negara yang sangat toleran terhadap perbedaan, hak asasi manusia dijunjung disini walaupun ada sedikit perbedaan antara pendatang dan tuan rumah, tapi semuanya masih dalam batas wajar. Bahkan bisa dibilang negara Qatar hanyalah mengejar materi. Tidak seperti Saudi Arabia yang dengan semangat sekali melarang ulama mazhab Maliki mengeluarkan fatwa dan membid’ahkan amalan-amalan kaum Sunni yang telah mengakar dari sejak masa salaf saleh (masa sampai abad 3H). Yang kemudian dengan penuh berapi-api menyebarkan fahamnya ke seluruh dunia.
Kembali ke topik yaitu Wahabi. Banyak pihak yang telah divonis sebagai Wahabi menolak dengan berbagai alasan akan kewahabiannya. Mereka pura-pura tidak tahu atau memang sebenarnya tidak tahu akan definisi dari wahabi terebut. Sehingga agar mereka itu sadar mereka itu wahabi “juga” maka akan sedikit kita kupas. Pertama, Wahabi adalah sebutan yang dinisbatkan kepada pengikut Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab An-Najdi yang lahir tahun 1701 M di Nejd, masuk wilayah Saudi Arabia. Sehingga SIAPAPUN yang menjadikan buku-buku karangan Syaikh tersebut, dan juga buku-buku karangan murid-murid dari Syaikh tersebut sebagai rujukan dalam beragama maka termasuk pengikut Wahabi. Dan perlu diketahui para Wahabi inipun telah berpecah-belah, masing-masing saling membid’ahkan bahkan saling mengkafirkan, na’udzubillah. Sehingga mereka ada yang mau maulidan, namun ada yang membid’ahkan maulidan, ada yang mau berpartai politik, ada yang membid’ahkan partai, ada yang setuju dengan penegakan Syariat Islam walaupun dengan cara membuat kegaduhan dan keonaran dalam negeri, ada juga yang tidak. Namun yang jadi titik temu adalah menjadikan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab beserta murid-muridnya sebagai RUJUKAN. That’s clear.
Kedua, para Wahabi (yang telah didefinisikan diatas) jarang sekali menerima dirinya disebut sebagai Wahabi. Argumen yang sering mereka lontarkan berulang-ulang adalah bahwa penyebutan Wahabi sebagai pengikut Syaikh bin Abdul Wahhab adalah tidak tepat dalam bahasa arab karena nama Syaikh adalah Muhammad sedangkan Abdul Wahhab adalah ayah sang Syaikh. Jadi sepatutnya pengikutnya disebut dengan Muhammadi bukan Wahhabi, kata mereka. Sehingga mereka menemukan celah untuk menolak disebut sebagai Wahabi. Namun sebenarnya mereka telah menghancurkan dalih mereka dengan lisan-lisan mereka sendiri. Mereka masih menyebut pengikut Imam Ahmad bin Hanbal dengan sebutan Hanbali atau Hanabilah, pengikut Imam Muhammad bin Idris Al-Syafi’i dengan sebutan Syafi’iyyah atau Syafi’i, pengikut Imam Abul hasan Al-Asy’ari sebagai Asy’ariyah. Bukankah nama-nama tersebut bukan nama dari para imam tersebut? Melainkan nama dari kakek dari para imam tersebut. Mengapa mereka para Wahabi tidak menyebut pengikut Imam Ahmad bin Hanbal sebagai Ahmadi? Mengapa tidak menyebut pengikut Imam Muhammad bin Idris sebagai Muhammadi?. Mereka hanya mencari-cari celah dari lemahnya pemahaman umat Islam, sehingga kita lihat pengikutnya di negeri kita adalah orang-orang yang masih sangat awam namun penuh semangat dalam mempelajari agama. Mereka nampak sangat ahli berbicara dalam masalah khilafiyah, bid’ah, syirik, kafir dan lainnya. Namun ketika ditanya hal-hal yang sedikit khilafiyah para ulama didalamnya seperti masalah zakat, hukum waris, hukum thalaq, dan lainnya, mereka hampir buta dan tak punya pemahaman sama sekali tentang hal-hal tersebut.
Dari dua alasan diatas kami rasa cukup membuat para Wahabi untuk mengakui bahwa dirinya adalah Wahabi, dan tak perlu tersinggung jika disebut Wahabi. Namun yang perlu diingat dari tulisan kami adalah kami tidak hendak seperti Wahabi yang gemar memaksa, hanya sekedar mengingatkan agar mereka tidak perlu kebakaran jenggot jika disebut Wahabi kemudian membuat klarifikasi ataupun pura-pura sepaham dengan sunni. Wallahu A’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar